Sriwijaya adalah salah satu Kemaharajaan Bahari (maritim), bercorak Buddha yang pernah berdiri di Sumatra dan memberi banyak pengaruh di Nusantara. Daerah kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, dan dearah Pesisir Kalimantan.
Dalam bahasa sanskerta Sri berarti “bercahaya” atau “gemilang” dan Wijaya berarti “kemenangan” atau ”kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermaknakan “kemenangan yang gilang gemilang”. Meskipun dikenal kuat secara ekonomi dan militer, nyaris tidak ada bukti yang menunjukan letak persisi kerajaan ini di Sumatra.
Berdasarkan temuan tertulis serta berita Cina dan Arab. Keajaan Sriwijaya diperkirakan berdiri sekitar abad ke-7 M. Itsing, pendeta tiongkok yang melakukan kunjungan ke Sumatra dalam perjalanan studinya di Nelanda, India pada tahun 671 dan 695, melaporkan Sriwijaya menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. I Tsing juga melaporkan terdapat 1000 pendeta yang belajar agama Buddha pada Sakyakitri seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.
Dari berita Arab diketahui banyak pedagang Arab melakukan kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya, bahkan di pusat kerajaan ditemukan perkampungan-perkampungan sementara orang Arab. Sumber dan bukti tertulis lainnya adalah prasasti-prasasti seperti Kota Kapur, kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Baru, Karang Berahi, dan Ligor.
Prasasti tertua adalah Kota Kapur, yang ditemukan di pulau Bangka yang berangka tahun 686 M, melalui prasasti ini, kata Sriwijaya pertama kali di kenal. Di dalamnya disebutkan “bumi Jawa (Tarumanagara) tidak mau tunduk pada Sriwijaya”.
Prasasti berikutnya adalah Kedukan Bukit yang berangka tahun 605 saka atau 688 M. prasasti ini berisi 10 baris kalimat yang antara lain mengatakan “seseorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (siddayatra) dengan perahu, ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara sebanyak 20.000 orang”
Tentang prasasti ini ada dua catatan. Pertama, kendati Dapunta Hyang berhasil memperluas kekuasaan Sriwijaya dari hasil perjalanan tersebut, jumlah tentara yang sebegitu banyak masih di sangsikan kebenarannya. Kedua, Minangatamwan adalah sebuah daerah pertemuan antara Sungai Kampar kanan dan Sungai Kampar kiri (Riau). Hal ini menunjukan bahwa awalnya kerajaan Sriwijaya tidak berpusat di Palembang. Melainkan di Muara Takus (Riau). Pernyataan ini di dukung temuan arkeologis berupa Stupa di Muara Takus, Kabupaten Kampar, Riau. Penguasaan dan pemindahan ibu kota ke Palembang di maksudkan agar Sriwijaya mudah menguasai daerah-daerah sekitarnya, seperti Bangka, Jambi Hulu, dan Jawa Barat. Maka pada abad ke-7 M Sriwijaya berhasil menguasai jalur-jalur kunci perdagangan seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan laut Jawa bagian Barat.
Prasasti lain yang menyebutkan nama Dapunta Hyang (beristrikan Sobakancana putri kedua dari raja terakhir Tarumanagara, Sri Maharaja Linggawarman) adalah prasasti Talang Tuo (684 M) didalamnya disebutkan tentang selesainya pembangunan sebuah taman oleh Dapunta Hyang Jayanasa, yang diberi nama Srikserta.
sumber : ratna hapsari | m adil. sejarah indonesia SMA/MA kelas X. ERLANGGA