Hakikat Sejarah



Sejarah ialah kenangan dari tumpuan masa silam. Hal ini diungkapkan oleh Robert V. Daniel. Kenangan yang dimaksud di sini adalah hal-hal yang ditangkap oleh memori manusia terhadap peritiwa yang ia lihat. Apa yang ia lihat dapat menjadi tumpuan dalam mengetahui peristiwa masa lalu.

Walaupun demikian, kenangan yang ditangkap tersebut mengalami keterbatasan. Keterbatasan yang dimaksud adalah kemampuan manusia dalam mengingat. Semakin lama peristiwa itu dikenang, biasanya semakin sukar manusia untuk mengingat kembali apa yang ia lihat atau dialaminya.

Peristiwa Tsunami yang terjadi di Aceh akan menjadi sejarah tentang bencana di Indonesia. Bagi mereka yang mengalaminya, peristiwa Tsunami tersebut akan menjadi kenangan dan kenangan tersebut akan menjadi tumpuan bagi orang yang akan menulis sejarah bencana.

Menurut sejarawan Sartono Kartodirdjo, hakikat sejarah di batasi oleh dua pengertian, yaitu sejarah objektif dan sejarah subjektif.

a. Sejarah objektif, yaitu peristiwa atau kejadian masa lampau apa adanya

Objektivitas adalah hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia.  Sikap objektifitas  tidak akan dipengaruhi oleh pendapat pribadi atau golongan didalam mengambil keputusan.  Jadi, objektivitas adalah usaha mendekatkan diri pada obyek atau dengan kata lain berarti bertanggung jawab pada kebenaran objek. Seorang sejarawan dalam merekonstruksi sejarah, harus mendekati objektivitas, karena akan didapat gambaran rekonstruksi yang mendekati kebenaran.

b. Sejarah subjektif, yaitu hasil penafsiran (rekonstruksi) sejarawan atas peristiwa masa lampau.

Subjektivitas adalah kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil parasaan atau pikiran manusia. Jadi, subjektivitas adalah suatu sikap yang memihak dipengaruhi oleh pendapat pribadi atau golongan, dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang melingkupinya. Dalam sejarah sukyektifitas banyak terdapat dalam proses interpretasi. Sejarah, dalam mengungkapkan faktanya membutuhkan interpretasi dan interpretasi melibatkan subyek. Dalam subjektivisme, dimana objek tidak lagi dipandang sebagaimana seharusnya, tetapi dipandang sebagai kreasi dan konstruksi akal budi. subjektif diperbolehkan selama tidak mengandung subjektivistik yang diserahkan kepada kesewenang-wenangan subjek, dan konsekuensinya tidak lagi real sebagai objektif.

Sejarah yang kita pelajari saat ini adalah hasil penafsiran para sejarawan atau sejarah subjektif, dan dari merekalah kita mengenal kehidupan manusia pada masa lampau. Sedangkan sejarah objektif adalah peristiwa nyata yang pernah terjadi di masa lampau. Meskipun demikian, penafsiran para sejarawan tentang peristiwa masa lampau (subjektif) diharapkan dapat menggambarkan peristiwa tersebut apa adanya (objektif).

Untuk mencapai objektivitas, sejarawan menggunakan metode ilmiah untuk menguji kesahihan bukti-bukti yang ada, mengecek kebenarannya, dan membandingkannya dengan temuan yang lain.

Ada tiga hal yang menghambat terwujudnya objektivitas sejarah.

Pertama, penelitian sejarah melibatkan kepentingan tertentu, misalnya kepentingan politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Kedua, peneliti memasukan perasaan, nilai, selera, atau ideologi pribadinya kedalam proses penelitiannya.

Ketiga, peneliti tidak menguasai bidang yang di telitinya.

Selanjutnya, karena sejarah itu hasil penafsiran sejarawan, dapat dikatakan juga bahwa kebenaran dalam sejarah itu tidak statis, tetapi dinamis. Artinya, penafsiran sejarawan masih terbuka untuk di perdebatkan, digugat yang pada gilirannya akan melahirkan sudut pandang atau penafsiran yang baru lagi.

Agar penelitian sejarah dapat dipercaya dan diakui, peneliti harus tunduk pada kewajiban etis untuk bersikap objektif dan menghindari kepentingan pribadi dalam proses penelitinnya.

Hakikat sejarah:

  1. Sejarah sebagai peristiwa : peristiwa2 yang telah terjadi sejak masa lampau.
  2. Sejarah sebagai kisah : peristiwa atau kejadian yang kejadian pada masa lampau kedalam suatu tulisan sehingga dapat dibaca dengan lebih baik dan mudah dipahami.
  3. sejarah sebagai ilmu : sejarah dikataka sebagai ilmu, karena memiliki syarat-syarat keilmuan. syarat-syarat tersebut bersifat empiris, memiliki objek, teori, dan metode.
  4. sejarah sebagai seni : sejarah dikatakan sebagai seni, karena seorang ahli sejarah membutuhkan intuisi, imajinasi, dan emosi.

Ciri-ciri utama sejarah :

1) peristiwa abadi : peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, karena peristiwa tersebut tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa. contoh : idul fitri

2) peristiwa unik : peristiwa sejarah merupakan peristiwa unik, karena hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis kedua kalinya. contoh : penculikan sukarno hatta

3) peristiwa penting : peristiwa sejarah merupakan peristiwa yang penting dan dapat dijadikan momentum, karena mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak. contoh : proklamasi kemerdekaan RI

Related Posts