Perkembangan Revolusi Hijau

Perang Dunia I membawa akibat hancurnya banyak lahan pertanian di Eropa. Hal ini tentu saja mengancam produksi pangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, para pengusaha Amerika berupaya mengembangkan pertanian guna mencapai kebutuhan pangan dengan melaksanakan penelitian.

Penelitian Untuk Pangan

Pelaksanaan penelitian disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation. Penelitian dilakukan di beberapa negara berkembang seperti Meksiko, Filipina, India, dan Pakistan. Dalam penelitian ini, mereka mencari berbagai varietas tanaman penghasil biji-bijian, terutama beras dan gandum yang berproduksi tinggi.

Perkembangan teknologi alat-alat pertanian mempengaruhi perkembangan Revolusi Hijau. Penggunaan alat-alat pertanian modern, seperti mesin, bajak, alat penyemprot hama, dan mesin penggiling padi merupakan salah satu faktor dalam meningkatkan produksi pertanian.

Teknologi Dalam Proses Revolusi Hijau

Perkembangan Revolusi Hijau selanjutnya terjadi pada pasca Perang Dunia II tidak bisa dipungkiri bahwa Perang Dunia II membawa akibat terhadap langkanya atau hancurnya daerah-daerah pertanian, terutama di Eropa. Hancurnya daerah pertanian menyebabkan menurunnya produksi pertanian. Oleh sebab itu, berbagai upaya meningkatkan produksi pertanian terus digalakan melalui:

–          Pembukaan lahan-lahan pertanian baru.

–          Mekanisme pertanian.

–          Penggunaan pupuk-pupuk baru.

–          Mencari metode yang tepat untuk memberantas hama tanaman.

Revolusi Hijau di Negara-negara Berkembang

Revolusi Hijau telah membawa perubahan di beberapa negara secara menakjubkan, seperti yang terjadi di India, Filipina, atau negara-negara lainnya. India telah berhasil melipat gandakan panen gandumnya dalam waktu enam tahun dan menjelang awal tahun 1970 sudah hampir dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Filipina mengakhiri setengah abad ketergantungannya dengan beras impor, dan pada akhir tahun 1960-an menjadi eksportir beras yang penting. Hal ini semuanya lelah menimbulkan optimisme bahwa Revolusi Hijau dapat menghasilkan cukup banyak pangan di dunia untuk memberi makan kepada penduduk sampai waktu yang lebih lama.

Upaya yang ditempuh dalam Revolusi Hijau ini mendapat sambutan baik dari para petani, terutama para petani di negara berkembang. Hal ini disebabkan karena telah terbukti hasil pertanian mengalami peningkatan yang drastis dalam kurun waktu tahun 1967 – 1970.

Produksi hasil pertanian di India dan Pakistan mengalami peningkatan yang luar biasa. Harapan masa depan petani mulai tampak cerah melihat hasil pertanian yang begitu melimpah. Hal itu tidak terlepas dari kemajuan atau perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan Bibit Unggul

Lembaga penelitian seperti International Rice Research Institute di Filipina telah berhasil mengembangkan bibit unggul padi yang baru dan sangat produktif yang dikenal dengan nama IR-8 atau padi ajaib. Bibit baru tersebut, yang ditopang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, memungkinkan petani-petani di belahan Asia Tenggara untuk melipat gandakan produksi pertaniannya.

Melihat kenyataan itu, sejak tahun 1970 dunia mulai memperhatikan berbagai upaya atau usaha untuk meningkatkan hasil produksi pertanian. Usaha ini diawali dengan pembentukan Consultative Group for International Agriculture Research (CGIAR). Pembentukan CGIAR bertujuan untuk memberikan bantuan kepada berbagai pusat penelitian internasional, seperti International Rice Research Institute di Filipina dan International Maize Wheat Improvement Centre (iMWIC) di Meksiko.

Di samping usaha untuk menemukan varietas-varietas unggul yang sesuai dengan daerah tempat produksi hasil pertanian, penelitian juga diikuti dengan upaya pemuliaan tanah, yaitu mulai dari pengolahan tanah, pemupukan, penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.

Perkembangan Revolusi Hijau semakin meluas di dunia, terutama pada daerah-daerah yang dahulunya merupakan daerah sedang berkembang atau daerah yang selalu mengalami kekurangan akan hasil pertanian.

Related Posts