Teori Baru Sejarah Asal Mula Kedatangan Islam ke Indonesia

Batu Nisan Sandai adalah sebuah prasasti sejarah yang ditemukan di Kecamatan Sandai. Prasasti ini bertarikh 127 Hijriah atau tepatnya 745 Masehi. Adanya penemuan prasasti batu nisan bertarikh  127 Hijriah atau tepatnya 745 masehi menjawab perdebatan panjang para ahli sejarah mengenai kedatangan Islam di Indonesia. Prasasti sejarah yang ditemukan di Kecamatan Sandai ini bernilai tinggi untuk mengungkap bahwa kebudayaan  Islam  di  Ketapang (Kalimantan  Barat) adalah kebudayaan Islam tertua di Nusantara yang datang pada abad ke-7.

Sebelumnya, para ahli yang kebanyakan  dari  Barat Belanda masih berbeda pendapat tentang waktu penyebaran Islam di Nusantara. Beberapa ahli ada yang menyebutkan abad ke-10, abad ke-12, dan abad ke-13 sebagai periode paling mungkin dari  permulaan  penyebaran  Islam  di  Nusantara.

Berdasarkan kenyataan sejarah, menurut Koordinator Yayasan Daun Lebar, Ir. Gusti Kamboja, ditemui  di  Kota Ketapang mengatakan saat lslamisasi di Samudera Pasai, Aceh, raja pertamanya  Malik al-Shalih,   wafat 698  Hijriah atau  1.297 Masehi, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. “Jadi pada masa itu Islam belum mapan dan berkembang di Gujarat jadi tidak  mungkin  dapat  menyebarkan  Islam ke Nusantara,” katanya.

Selain itu,  dari hasil  penelitian Yayasan Daun Lebar disimpulkan bahwa bentuk Prasasti Sandai ini  tidak sama dengan bentuk batu nisan  di Pasai dan Gresik,  Jawa Timur. Batu tersebut bukan pula batu asli dari Kabupaten Ketapang, melainkan batu impor.

Meski  penelitian  yang dilakukan   belum sepenuhnya rampung, yayasan  ini secara giat juga mengumpulkan banyak literatur untuk memperkuat penemuan tersebut. “Berdasarkan bentuk batu nisan ini, para ahli juga berpendapat bahwa asal muasal penyebaran Islam di Nusantara menyebut dari Gujarat (abad ke-12), Bengal, Coromandel, dan Malabar (abad ke-13).

Menurut mereka bentuk batu nisan yang ditemukan di Pasai dan Jawa Timur, sama bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat,” jelas Kamboja. Ditambahkannya pendapat ini diperkuat dengan pendapat sarjana asal Belanda, J.P. Moquette yang berkesimpulan berdasarkan temuan batu nisan di Pasai, Aceh yang bertarikh  17 Dzul-Hijjah 831 H / 27 September 1428 M. Begitu juga S.Q. Fatimi yang berdasarkan batu  nisan Siti  Fatimah  bertarikh  475  H /  1082  M yang ditemukan  di Leran, Jawa Timur. Disimpulkan  Kamboja, berdasarkan tarikh Prasasti Sandai ini  terbukti telah terjadi koneksi  nusantara   dengan  Arab-Persia  pada awal  abad  ke-7. Pada masa itu dikenal  dalam  sejarah  sebagai  masa  kejayaan dunia  Islam.

Meskipun    pada  abad   ke-7  penduduk    di   Kabupaten Ketapang   (Kerajaan    Tanjungpura)     telah  bertemu dan berinteraksi dengan para pedagang Muslim Arab, belum terdapat bukti  tentang terdapatnya penduduk Muslim lokal dalam jumlah yang  besar  atau  tentang   terjadinya   lslamisasi substansial di Tanjungpura. Penguasa Tanjungpura baru memeluk Islam  pada  tahun   1.590 dengan memakai gelar Panembahan dan  Giri,  yaitu  Panembahan   Giri   Kusuma  dan

rnengubah nama kerajaan HinduTanjungpura menjadi kerajaan Islam  Matan  (Arab:  tempat  permulaan). Dengan adanya penemuan prasasti batu nisan di Sandai ini (Prasasti Sandai), dikatakan  Kamboja dapat  diduga bahwa hubungan antara masyarakat di Tanjungpura (Borneo Barat) dan Timur Tengah telah terjalin sejak masa-masa awal Islam. Para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan anak benua India yang mendatangi kepulauan Nusantara dan Cina tidak hanya berdagang, tetapi dalam  batas  tertentu juga  menyebarkan Islam  kepada penduduk setempat.

Related Posts