Penyebab Keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya



Berikut ini akan dijelaskan mengenai Latar belakang keluarnya dekret presiden 5 juli 1959 beserta pengaruh yang timbul setelah dikeluarkannya dekret tersebut.

1. Upaya Konstituante Menyusun UUD

Sampai tahun 1958, Konstituante belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Hal ini disebabkan sering timbulnya perdebatan sengit yang berlarut-larut. Masing-masing anggota Konstituante terlalu mementingkan partainya. Sementara itu, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD 1945 makin kuat. Pawai, rapat umum, demonstrasi, dan petisi dilancarkan di mana-mana yang menuntut agar diberlakukan kembali UUD 1945.

Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan siding konstituante pada 25 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk ke UUD 1945. Amanat presiden ini diperdebatkan dan akhirnya diputuskan untuk melakukan pemungutan suara.

Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak menyetujuinya. Meskipun suara yang menyetujui lebih banyak daripada yang tidak setuju, tetapi nyatanya jumlah suara tidak memenuhi kuorum (dua per tiga jumlah minimum anggota yang hadir) sehingga pemungutan suara harus diulang.

Pemungutan suara kembali diadakan pada 1 dan 2 Juni 1959. Dari dua kali pemungutan suara, konstituante kembali gagal mencapai dua per tiga suara yang dibutuhkan. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (istirahat dari kegiatan sidang) yang ternyata untuk selama-lamanya.

Kegagalan Konstituante menetapkan UUD baru tentu saja sangat membahayakan kelangsungan negara. Pemberontakan-pemberontakan di daerah terus bergejolak dan gangguan-gangguan keamanan pun makin gawat. Penyusunan UUD 45Timbulnya ketidakstabilan negara itu disebabkan negara tidak memiliki pedoman konstitusi yang jelas. Untuk mencegah ekses-ekses yang membahayakan negara, pada 3 Juni 1959 Penguasa Perang pusat, Letjen. A.H. Nasution atas nama pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang kegiatan-kegiatan politik.

2. Dekret Presiden 5 JuIi 1959

Dekret Presiden

Setelah Konstituante gagal menetapkan UUD 1945 menjadi konstitusi Rl. Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka pada 5 Juli 1959 pukul 17.00. isi dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai berikut.

a.       Pembubaran Konstituante.

b.      Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.

c.       Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dekret Presiden tersebut mendapat dukungan dari masyarakat. Kasad memerintahkan kepada segenap anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekret tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekret tersebut. DPR dalam sidangnya pada 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediannya untuk terus bekerja dengan berpedoman pada UUD 1945.

3. Pengaruh dan Tindak Lanjut Lahirnya Dekret Presiden 5 Juli 1959

Dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959 telah mendapat sambutan positif dari seluruh rakyat yang sudah jenuh melihat ketidakstabilan nasional, korupsi, dan tertundanya upaya pembangunan. Dukungan spontan tersebut menunjukkan bahwa rakyat telah lama mendambakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Semenjak Pemerintah Rl menetapkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, Indonesia memasuki babak sejarah baru, yaitu berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka Demokrasi Terpimpin.

Menurut UUD 1945, Demokrasi Terpimpin mengandung pengertian kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan. Maksud“permusyawaratan/perwakilan” adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sehingga kedaulatan harus di maknai ada ditangan rakyat dan sepenuhnya dilakukan oleh MPR. Namun makna ini kemudian ditafsirkan lain oleh pemerintah saat itu. Presiden Soekarno menafsirkan pengertian ‘terpimpin’ sebagai suatu figur pimpinan yang memiliki peran menentukan dalam mengambil keputusan-keputusan yang tepat agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Akibatnya, kekuasaan lebih banyak berpusat di tangan eksekutif (presiden) daripada kekuasaan lembaga legislatif (DPR).

Dalam perjalanan selanjutnya, Dekret Presiden 5 Juli 1959 ditindak lanjuti dengan penataan bidang politik, sosial-ekonomi, dan pertahanan keamanan. Sebagai realisasinya, pada 20 Agustus 1959 Presiden Soekarno menyampaikan surat No. 2262/HK/59 kepada DPR yang isinya menekankan kepada kewenangan presiden untuk memberlakukan peraturan negara baru selain membuat peraturan negara menurut UUD 1945. Atas dasar peraturan negara baru tersebut, presiden membentuk lembaga-lembaga negara, seperti MPRS, DPAS, DPR-GR, Kabinet Kerja, dan Front Nasional.

a.       Pembentukan MPRS

Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR sebanyak 261 orang, utusan daerah 94 orang, dan wakil golongan sebanyak 200 orang. Adapun susunan kepemimpinan MPRS sebagai berikut.

Ketua                    : Chaerul Saleh

WakiI Ketua        : Mr. Ali Sastroamidjojo

Wakil Ketua        : K.H. Idham Khalid

Wakil Ketua        : D.N. Aidit

Wakil Ketua        : Kolonel Waluyo Puspoyuda

Menurut Penpre No. 12 Tahun 1959, tugas MPRS hanya terbatas pada kewenangan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini menunjukkan bahwa presiden berusaha membatasi kewenangan MPRS. Demikian pula tentang keberadaan semua pimpinan MPRS yang dalam praktiknya diangkat oleh presiden. Para pimpinan MPRS yang diangkat presiden tersebut adalah para menteri yang memegang departemen-departemen. Sebagai pimpinan MPRS sekaligus anggota kabinet, mereka bertugas sebagai pembantu presiden. Hal ini berarti bahwa MPRS bukan lagi sebagai lembaga Negara yang tertinggi. MPRS mempunyai kedudukan di bawah presiden. Dengan demikian, kedaulatan rakyat berada di bawah presiden. Dengan demikian, kedaulatan rakyat berada di bawah presiden.

b.      Pembentukan DPAS

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penpres No.3 Tahun 1959. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui dari penpres tersebut.

1) Anggota DPAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

2) Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.

3) Anggota DPAS sebanyak 45 orang yang terdiri atas wakil golongan politik, utusan daerah, wakil golongan, dan seorang ketua.

4) DPAS dipimpin oleh presiden sebagai ketua.

5) Sebelum memangku jabatan, wakil ketua dan anggota DPAS mengangkat sumpah/janji di hadapan presiden.

c.       Pembentukan DPR-GR

Melalui Penpres No.4 Tahun 1960 pemerintah membuat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Parlemen ini dibentuk menggantikan DPR hasil pemilu 1955 yang dibubarkan sejak 5 maret 1960 karena berselisih dengan pemerintah mengenai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun 1961. Pada saat itu, DPR menolak mengesahkan RAPBN tersebut.

Komposisi keanggotaan DPR-GR tidak didasarkan atas perimbangan kekuatan partai yang dihasilkan pemilu, tetapi diatur sedemikian rupa oleh presiden. Semua anggota DPR-GR diangkat oleh presiden sebanyak 283 orang yang terdiri atas 153 anggota mewakili partai pohitik dan 130 anggota mewakili golongan-golongan.

Menurut Penpres No.32 Tahun 1964, DPR-GR sebagai pembantu presiden menurut bidangnya masing-masing. Salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR (ketua dan wakil ketua) yaitu memberikan laporan kepada presiden pada waktu-waktu tertentu. Ketentuan ini jelas jauh menyimpang dari ketentuan yang dirumuskan dalam naskah asli UUD 1945 pasal 5, 20, dan 21.

d.      Pembentukan Kabinet Kerja

Dengan berlakunya UUD 1945, Kabinet Djuanda (Kabinet Karya) dibubarkan terhitung mulai 10 Juli 1959. Sebagai gantinya dibentuk kabinet yang perdana menterinya presiden sendiri, sedangkan Ir. Djuanda ditunjuk sebagai menteri pertama. Kabinet baru ini dinamakan Kabinet Kerja. Program kabinet kerja yaitu:

1) mencukupi kebutuhan sandang pangan

2) menciptakan keamanan Negara, dan

3) melanjutkan perjuangan merebut Irian Barat

e.      Pembentukan Front Nasional

Melalui Penpres No. 13 Tahun 1959 dibentuk Front Nasional pada 31 Desember 1959. Lembaga ini merupakan organisasi massa yang berusaha memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam UUD 1945. Front Nasional diketuai Presiden Soekarno dan memiliki tujuan, yaitu:

1) menyelesaikan revolusi nasional Indonesia

2) melaksanakan pembangunan semesta nasional

3) mengembalikan lrian Barat kedalam wilayah Rl.

Related Posts