
Dalam artikel kali ini akan saya coba jelaskan mengenai pemahaman tentang Multikulturalisme, Multi berarti banyak, kultur adalah budaya sedangkan isme berpengertian aliran/paham dan mempunyai kandungan kata bahwa manusia mempunyai pengakuan dan martabat yang hidup adalam kebudayaannya masing-masing serta komunitasnya.
Setiap orang mungkin mempunyai keinginan untuk merasa dihargai sekaligus berkeinginan untuk selalu dapatbertanggung untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan.
Akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian kebudayaan di antara para ahli harus dipersamakan atau setidak-tidaknya tidak dipertentangkan antara konsep satu dengan konsep lainnya.
OIeh karena multikulturalsime adalah sebuah ideologi dan alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia.
Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik serta berbagai kegiatan Iainnya dalam masyarakat yang bersangkutan. Hubungan antar manusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya merupakan sumbangan yang penting dalam upaya mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan manajemen pengelolaan sumber daya akan dapat menyingkap dan mengungkapkan seperti apa corak nilai-nilai budaya dan operasionalisasi nilai nilai budaya tersebut atau etos budaya dalam pengelolaaan manajemen yang dikaji. Kajian seperti ini juga akan dapat menyingkap dan mengungkap seperti apa corak etika (ethics) yang ada dalam struktur-struktur kegiatan pada suatu pengelolaan manajemen yang memproses masukan (input) menjadi keluaran (output).
Permasalahan etika ini menjadi sangat penting dalam pengelolaan manajemen sumber daya yang dilakukan oleh berbagai organisasi, lembaga, atau pranata yang ada dalam masyarakat. Negara kita kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berkualitas, tetapi pada masa sekarang ini, bangsa Indonesia tergolong sebagai bangsa yang paling miskin di dunia dan tergolong ke dalam bangsa-bangsa yang negaranya paling korup. Salah satu sebab utamanya adalah kita tidak mempunyai pedoman etika dalam mengelola sumber daya yang kita punyai. Pedoman etika yang menjamin proses-proses manajemen tersebut akan menjamin mutu yang dihasilkannya.
Secara garis besar, etika (ethics) dapat dilihat sebagai pedoman yang berisikan aturan-aturan baku yang mengatur tindakan-tindakan pelaku dalam sebuah profesi. Dalam pedoman tersebut terserap prinsip-prinsip moral serta nilai-nilai yang mendukung dan menjamin dilakukannya kegiatan profesi sebagaimana mestinya sesuai dengan hak dan kewajibannya. Peranan etika dalam suatu struktur kegiatan adalah bersifat fungsional dalam memproses masukan menjadi keluaran yang bermutu (Bertens, 2001 dan Magnis Suseno, 1987).

Masalah yang kita hadapi dalam kaitannya dengan upaya menuju masyarakat Indonesia yang multikultural adalah sangat kompleks. Pertama, apakah secara konseptual dan teoretikal kita cukup mampu untuk melakukan penelitian dan analisis atas gejala-gejala yang menjadi ciri-ciri dan masyarakat majemuk yang selama lebih dari 32 tahun kita jalani, dan apakah kita juga mampu untuk membuat semacam blueprint untuk mengubahnya menjadi bercorak multikultural? Jika kita belum mampu, sebaiknya kita persiapkan diri kita melalui berbagai kegiatan diskusi, seminar, atau lokakarya untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan kita. Dalam mempertajam konsep-konsep dan metodologi yang relevan dalam kajian mengenai ungkapan-ungkapan masyarakat majemuk dan multikultural.
Kedua, apakah secara metodologi, kita sudah siap untuk itu? Kajian-kajian etnografi tradisional, sebaiknya diubah sesuai dengan perkembangan antropologi dewasa ini dan sesuai dengan upaya pembangunan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang multikultural. Penelitian etnografi yang bercorak penulisan jurnalisme diganti dengan penelitian etnografi yang terfokus dan mendalam. Hal tersebut mampu mengungkap apa yang tersembunyi di balik gejala-gejala yang dapat diamati dan didengarkan, dan yang akan mampu menghasilkan sebuah kesimpulan atau tesis yang faktual.
Ketiga, ada baiknya jika melakukan berbagai upaya untuk melakukan kajian multikulturalisme dari masyarakat mulitikultural yang telah dilakukan oleh ahli-ahli antropologi, juga dapat menstimulasi dan melibatkan ahli-ahli sosiologi, politik, ekonomi dan bisnis, pendidikan, hukum, kepolisian, dan ahli-ahli dari berbagai bidang ilmu pengetahuan lainnya untuk secara bersama-sama melihat, mengembangkan, dan memantapkan serta menciptakan model-model penerapan multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia menurut perspektif dan keahlian akademik masing-masing.
Upaya-upaya tersebut di atas dapat dilakukan oleh jurusan antropologi, atau gabungan jurusan antropologi atau sejumlah jurusan Iainnya yang ada dalam sebuah universitas atau sejumlah universitas dalam sebuah kota untuk mengorganisasikan kegiatan-kegiatan diskusi, seminar kecil, atau Iokakarya. Kegiatan-kegiatan ini akan dapat dijadikan Iandasan bagi dilakukannya kegiatan seminar atau lokakarya yang lebih luas ruang lingkupnya yang melibatkan institusi dan pranata-pranata masyarakat.
Dengan cara ini, maka konsep-konsep, tori-teori, dan metodologi yang berkenaan dengan kajian mengenai multikulturalisme, masyarakat multicultural, dan perubahan yang berkaitan dengan itu semua akan dapat dikembangkan dan dipertajam, sehingga bersifat operasional di lapangan.