Perjuangan Diplomasi Pembebasan Irian Barat

Perjuangan Diplomasi Pembebasan Irian Barat

Usaha membebaskan Irian Barat melalui jalan diplomasi telah dimulai sejak kabinet pertama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (1950). Usaha ini terus tercantum dalam program kerja pada setiap kabinet yang berkuasa.

Tetapi usaha itu selalu mengalami kegagalan Belanda tetap ingin berkuasa atas wilayah Irian Barat.

Pembentukan Provinsi Irian Barat

Usaha-usaha diplomasi secara bilateral yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia tidak mendatangkan hasil Ketika Kabinet Ali Sastroamidjojo I memegang pemerintahan atas wilayah Indonesia, masalah Irian Barat dibawa forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Namun usaha ini pun tidak membawa hasil.

Kabinet Burhanuddin Harahap meneruskan usaha kabinet terdahulunya melalui Sidang Majelis Umum PBB. Pihak Belanda menanggapinya dengan pernyataan bahwa masalah Irian merupakan masalah bilateral antara Indonesia – Belanda. Belanda mengajukan usul untuk menempatkan Irian Barat di bawah Uni Indonesia – Belanda. Usul itu tidak dapat diterima oleh pemerintah Indonesia.

Setelah pemilihan umum tahun 1955 Kabinet Ali Sastroamidjojo II membatalkan seluruh Persetujuan yang terdapat dalam KMB. Selanjutnya, pada hari ulang tahun kemerdekaan republik Indonesia yang ke-11 (17 Agustus 1956) diresmikan pembentukan Propinsi Irian Barat dengan ibukotanya Soa Siu di Tidore. Zainal Abidin Syah diangkat menjadi Gubernur pertama.

Puncak Ketegangan

Ketegangan-ketegangan yang terjadi antara hubungan Indonesia – Belanda mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1960 ketika pemerintah Republik Indonesia dengan tegas menyatakan pemutusan Hubungan diplomatik dengan kerajaan Belanda. Di samping itu, pemerintah Republik Indonesia menempuh jalan melalui peperangan agar wilayah Irian Barat dapat dikembalikan ke dalam lingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembebasan Irian Barat

Negara “Boneka” Papua

Menghadapi tindakan Indonesia, Belanda membentuk Dewan Papua pada bulan April 1961 yang akan menyelenggarakan “penentuan nasib sendiri” bagi rakyat Irian Jaya. Tanpa menanti persetujuan PBB, Belanda mendirikan Negara “Boneka” Papua. Menghadapi hal ini pemerintah memutuskan untuk mengerahkan semua dana dan daya guna pembebasan Irian Jaya.

Konfrontasi Ekonomi

Dalam bidang perekonomian, Pemerintah Republik Indonesia melaksanakan konfrontasi terhadap segala aktivitas perekonomian Belanda berkaitan dengan masalah Irian Barat. Pihak Indonesia memutuskan segala aktivitas hubungan perekonomian yang ada kaitannya dengan pihak Belanda. Upaya tersebut dilakukan Indonesia dengan mengadakan blokade-blokade terhadap perekonomian Belanda.

Pada tanggal 18 November 1957, diadakan rapat umum di Jakarta. Rapat umum itu kemudian dilanjutkan dengan aksi mogok para buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda. Aksi mogok tersebut dilakukan pada tanggal 2 Desember 1957. Pesawat terbang milik Maskapai Penerbangan Belanda (KLM) dilarang mendarat dan terbang di atas wilayah Indonesia. Kemudian, terjadi aksi pengambilalihan modal perusahaan milik Belanda di Indonesia. Bank Escompto diambil alih oleh pemerintah RI pada tanggal 9 Desember 1957.Netherlandsche Handel Maatschappij N.V. juga diambil alih. Perusahaan tersebut diubah menjadi Bank Dagang Negara. Percetakan De Unie juga tak luput dari usaha pengambilalihan perusahaan-perusahaan milik Belanda. Pengambilalihan perusahaan-perusahaan milik Belanda tersebut kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958. Pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda yang dilakukan oleh pihak Indonesia semakin memperlemah kedudukan Belanda di Irian Barat.

Related Posts