
Pada 27 Desember 1949 secara resmi BeIanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS). Indonesia menerima negara RIS dalam kesepakatan KMB hanya sebagai taktik perjuangan. Hal ini disebabkan apabila tidak mau menerima negara RIS, diduga Belanda akan memperlambat atau sama sekali tidak akan mengakui kedaulatan negara Indonesia.
Dalam perjalanannya, bentuk negara RIS tidak disukai sebagian besar rakyat negara-negara bagian sehingga kembali ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
1. Negara Federasi RIS
Pada 14 Desember 1949 wakiI-wakil pemerintah RI, pemerintah Negara-negara bagian, daerah-daerah yang kan menjadi bagian RIS, KNIP, dan DPR dari masing-masing Negara/daerah melakukan pertemuan musyawarah federal di jalan pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Pertemuan tersebut berhasil menyetujui naskah Undang-Undang Dasar RIS. Berdasarkan konstitusi tersebut negara federasi RIS terdiri atas tujuh negara bagian, Sembilan satuan kenegaraan, dan tiga daerah swapraja.
a. Negara-negara bagian, yaitu Republik Indonesia (RI) Negara Indonesia Timur (NIT), Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Timur (NST), dan Negara Sumatra Selatan.
b. Satuan-satuan kenegaraan, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Biliton (Belitung), Riau Kepulauan, dan Jawa Tengah.
c. Daerah swapraja yang meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.
2. Gerakan Separatis yang Memengaruhi Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan
Sejak RIS berdiri, rakyat di negara-negara bagian dan satuan kenegaraan berbeda pandangan mengenai prinsip-prinsip negara RIS. Sebagian masyarakat tidak mendukung terbentuknya RIS yang kemudian dikenal sebagai kelompok unitaris dan sebagian lagi mendukung terbentuknya negara federal RIS yang disebut kelompok federalis.
Kelompok unitaris banyak terdapat di Negara Pasundan dan Negara Jawa Timur yang menginginkan terwujudnya Negara yang sesuai dengan UUD 1945 dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, di kedua negara bagian iniIah dipelopori perjuangan kembali ke negara kesatuan.
Kelompok masyarakat federalis semula memiliki kedudukan yang kuat dalam mempertahankan pandangannya. Akan tetapi, kekuatan federalis mulai memburuk sejak beberapa tokohnya berkhianat terhadap RIS, seperti yang dilakukan Sultan Hamid Il, kepala daerah Borneo Barat. la bersekongkol dengan Raymond Westerling membantai rakyat di Sulawesi Selatan, membunuh tentara Republik di Bandung, dan merencanakan pembunuhan terhadap sejumlah petinggi RIS di Jakarta. Kelompok ini menamakan diri Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), sebuah gerakan separatis yang ingin tetap mempertahankan keberadaan negara Pasundan lepas dari RIS.
Di Sulawesi Selatan, Kapten Andi Azis membuat makar di Makassar. la dan pasukannya menyerang markas TNI di kota itu. Tidak sedikit prajurit TNI menjadi korban. Setelah itu, pada 5 April 1950 Andi Azis menyatakan Negara Indonesia Timur (NlT) tetap dipertahankan. Di Maluku Selatan, muncul pula gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) di bawah kepemimpinan Dr. Soumokil. Pada 25 April 1950, Soumokil memimpin pemberontakan terhadap pemerintah RIS dengan cara melakukan praktik intimidasi, teror, dan serangkaian pembunuhan di berbagai tempat. Gerakan-gerakan separatis seperti itu, tidak saja menghambat perjuangan menuju ke negara kesatuan, bahkan berusaha menghancurkan keberadaan RIS yang telah diaku dunia. Sejak saat itu, banyak masyarakat dan kelompok federalis beralih ke unitaris.
3. Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan
Semenjak Belanda tidak berkuasa lagi di Indonesia, rakyat di Negara-negara bagian menyadari bahwa negaranya adalah bentukan Belanda dan bukan keinginan dari rakyat Negara-negara bagian. Rakyat merasakan negaranya hanya dijadikan sebagai alat bagi kepentingan Belanda. Pada kenyataannya, negara bagian atau satuan kenegaraan tidak memiliki tujuan yang jelas, tidak ada ikatan ideologi yang kuat, tidak memiliki kekuatan militer, dan tidak memiliki kekuasaan serta keleluasaan untuk menentukan nasibnya sendiri.
Bertitik tolak dari kesadaran itu, maka rakyat di negara-negara bagian berusaha untuk kembali ke negara kesatuan. Di berbagai daerah dilancarkan gerakan menuntut pembubaran negara bagian. Pada awal Februari 1950 rakyat Jawa Barat berdemonstrasi di dalam Parlemen Pasundan menuntut dibubarkannya Negara Pasundan. Di Jawa Timur rakyat berdemonstrasi menuntut pembubaran Negara Jawa Timur. Demikian puIa di negara-negara bagian dan satuan kenegaraan lain. Mereka menuntut penggabungan dengan Negara RI.
Menanggapi situasi politik demikian, pada 8 Maret 1950 Pemerintah RIS di Jakarta mengeluarkan Undang-undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Dengan merujuk kepada undang-undang ini, berturut-turut negara-negara bagian dan satuan kenegaraan menggabungkan diri dengan RI di Jogjakarta. Sampai 5 April 1950 negara RIS hanya tinggal tiga Negara bagian, yaitu Republik Indonesia (RI), Negara Sumatra Timur (NST), dan Negara Indonesia Timur (NIT).
Pada 19 Mei 1950 dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RIS yang diwakili Moh. Hatta (dengan
mandat NST dan NIT) dan Pemerintah RI yang diwakili Wakil Perdana Menteri Abdul Halim. Kedua pemerintahan mengeluarkan kesepakatan bersama yang tertuang dalam piagam persetujuan yang berisi sebagai berikut.
a. RIS dan RI sepakat membentuk Negara kesatuan berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
b. RIS dan RI membentuk panitia bersama yang bertugas menyusun undang-undang dasar negara kesatuan.
Untuk menyusun konstitusi negara kesatuan yang baru, maka dibentuklah panitia gabungan RIS-RI dengan ketua bersama, Menteri Kehakiman Prof. Dr. Mr. Soepomo dan Wakil Perdana Menteri RI, Abdul Halim. Pada 21 Juli 1950, kedua pemerintahan berhasil menyepakati sebuah rancangan naskah undang-undang dasar Negara kesatuan.
Pada 14 Agustus 1950 Parlemen RI dan Senat RIS mengesahkan Rancangan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terkenal dengan Undang -Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).UUDS 1950 merupakan konstitusi ketiga selama bangsa Indonesia merdeka. Sehari kemudian, Presiden RIS, Ir. Soekarno, membacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan dinyatakan mulai berlaku sejak 17 Agustus 1950. Pada hari itu juga Soekarno terbang ke Jogjakarta untuk menerima kembali jabatan presiden Rl yang sebelumnya dipangku oleh Mr. Asaat. Dengan demikian, sejak 17 Agustus 1950 negara RIS bubar dan terwujud kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).