Pengertian Masyarakat Multikultural dan Ciri-cirinya

Pengertian Masyarakat Multikultural dan Ciri-cirinya

Multikulturalisme adalah salah satu istilah yang digunakan untuk bisa menjelaskan pandangan seseorang tentang salah satu ragam kehidupan yang ada di dunia ini, ataupun dengan adanya salah satu kebijakan yang dibuat dalam kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.

Dalam suatu masyarakat kita pasti menemukan banyak kelompok masyarakat yang memiliki karakteristik berbeda-beda.

Perbedaan-perbedaan karakteristik itu berkenaan dengan tingkat diferensiasi sosial. Masyarakat seperti ini disebut sebagai masyarakat multikultural (masyarakat majemuk).

Pengertian Masyarakat Multikultural dan Ciri-cirinya

Konsep masyarakat multikultural sebenarnya relatif baru. Sekitar 1970-an, gerakan multicultural muncul pertama kali di Kanada, kemudian diikuti Australia, Amerika Serikat, lnggris, Jerman, dan lainnya (Sirry, 2003; Busthami, 2004; dan Suparlan, 2004).

Kanada pada waktu itu didera konflik yang disebabkan oleh masalah hubungan antarwarga negara. Masalah itu meliputi hubungan antar suku bangsa, agama, ras, dan aliran politik yang terjebak pada dominasi.

Konflik itu diselesaikan dengan digagasnya konsep masyarakat multikultural yang esensinya adalah kesetaraan serta menghargai hak budaya komunitas dan demokrasi. Gagasan itu relative efektif dan segera menyebar ke Australia dan Eropa, yang akhirnya menjadi produk global.

Berikut ini adalah beberapa pengertian masyarakat multikultural (majemuk).

J. S. Furnivall

J.S. Furnivall mengemukakan bahwa masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau Iebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lain. Menurut ilmuwan ini, berdasarkan susunan dan komunitas etniknya, masyarakat majemuk dibedakan menjadi empat kategori, yaitu:

1 Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang.

  1. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan.
  2. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan.
  3. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi.

Clifford Geertz

Clifford Geertz berpendapat bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi dalam subsistem-subsistem yang lebih kurang berdiri sendiri-sendiri dan terikat dalam ikatan primordial.

Van den Berg

Van den Berg menyatakan bahwa masyarakat majemuk mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Mengalami segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda-beda satu sama lainnya.
  2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam kelompok-kelompok yang bersifat nonkomplementer.
  3. Kurang mengembangkan konsensus mengenai nilai-nilai yang bersifat dasar.
  4. Secara relatif sering mengalami konflik-konflik antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.
  5. Secara relatif tumbuh integrasi sosial di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di bidang ekonomi.
  6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.

Masyarakat multikultural secara sederhana adalah masyarakat yang memiliki beragam kebudayaan yang berbeda-beda. Definisi ini dipakai untuk menggambarkan sebuah masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok atau suku-suku bangsa yang berbeda kebudayaan. Kelompok atau suku-suku bangsa ini umumnya terikat oleh sebuah kepentingan bersama (the desire to be together) yang bersifat formal, yakni dalam bentuk sebuah negara. Dalam kosa kata sehari-hari, masyarakat multicultural ini lebih dikenal sebagai masyarakat majemuk.

Bagi masyarakat Indonesia yang telah melewati reformasi, masyarakat multikultural bukan hanya sebuah wacana atau yang dibayangkan, melainkan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan masyarakat.

Bentuk komunikasi dalam rangka mempertajam pemahaman tentang multikulturalisme dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan diskusi, seminar, atau lokakarya. Jika memungkinkan, sebaiknya pemimpin, dosen, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dapat duduk bersama membicarakan isu penting berkenaan dengan cita-cita reformasi.

Sekarang ini, cita-cita reformasi tampaknya mengalami kemacetan dan menemukan kenyataan yang menjemukan. Kehidupan politik dari hari ke hari semakin tanpa arah. Persaingan antar elit berlangsung tanpa kontribusi bagi pelembagaan demokrasi.

Multikultural memberikan penegasan segala perbedaan adalah sama di dalam ruang publik. Dengan kata lain, adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup disebut multikultural sebab yang terpenting komunitas itu diperlakukan sama oleh negara. Adanya kesetaraan dalam derajat kemanusiaan yang saling menghormati diatur oleh hukum yang adil dan beradab yang mendorong kemajuan dan menjamin kesejahteraan hidup warganya.

Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan hanya mungkin terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata sosial, terutama pranata hukum yang merupakan mekanisme kontrol secara ketat dan adil yang mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip demokrasi dalam kehidupan nyata.

Demikian pula prinsip masyarakat sipil demokratis yang dicita-citakan reformasi, yang hanya mungkin dapat berkembang dan hidup secara mantap dalam masyarakat Indonesia apabila warganya mempunyai toleransi terhadap perbedaan dalam bentuk apa pun.

Di Indonesia terdapat berbagai macam kebudayaan yang berasal dari hampir seluruh suku bangsa. Hal ini mungkin terwujud sebagai masyarakat multikultural apabila warganya dapat hidup berdampingan, toleransi, dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya sebuah wacana, melainkan harus menjadi patokan penilaian atau pedoman etika dan moral dalam bertindak yang benar dan pantas bagi orang Indonesia. Nilai tersebut harus dijadikan acuan bertindak, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun tindakan individual.

Prinsip mendasar dan demokrasi yang patut dikembangkan di Indonesia adalah kesetaraan derajat individu, kebebasan, toleransi terhadap perbedaan, konflik dan konsensus, hukum yang adil dan beradab, serta perikemanusiaan. Prinsip demokrasi tersebut memungkinkan dapat berkembang hanya dalam masyarakat multikultural, yang dilandasi kesetaraan, demokrasi, dan toleransi.

Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi atau perombakan tatanan kehidupan Orde Baru adalah sebuah masyarakat multikultural Indonesia yang bercorak masyarakat majemuk (plural society). OIeh karena itu, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya, melainkan keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.

Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan (Fay, 1996; Jary dan Jary, 1991; Watson, 2000). Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa, seperti Indonesia) dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik.

Di dalam mozaik tercakup sernua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang Iebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang Iebih besar (Reed, ed. 1997). Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi “Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak puncak kebudayaan di daerah.”

Upaya membangun Indonesia yang multicultural hanya mungkin dapat terwujud jika meliputi syarat sebagai berikut. Pertama, konsep multikulturalisme menyebar Iuas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia serta adanya keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya. Kedua, kesamaan pemahaman di antara para ahli mengenai makna multikulturalisme dan bangunan konsep-konsep yang mendukungnya. Ketiga, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita.

Related Posts