Pengukuran Produktivitas dan Efisiensi ­Pertanian



Pengukuran produksi dan input yang diperlukan untuk produksi ­output tersebut dikenal sebagai produktivitas pertanian. Dengan kata lain, ini adalah rasio input-output.

Dalam pengukuran tradisional ­produktivitas budaya pertanian, ahli geografi dan ekonom biasa memperhitungkan input seperti tenaga kerja dan modal dan melihatnya sebagai biaya yang dikeluarkan dalam produksi hasil pertanian.

Pendekatan ­tradisional pengukuran produktivitas pertanian, bagaimanapun, tidak memperhitungkan biaya sosial dan lingkungan yang juga dikeluarkan dalam produksi tanaman dan pemeliharaan ternak.

Saat ini, dalam pengukuran produktivitas pertanian, pertanyaan tentang kelestarian tanah, kesehatan ekosistem dan penerimaan sosial menjadi semakin penting. Produktivitas pertanian suatu wilayah mikro atau makro sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor fisik (fisiografi, iklim, tanah, air), sosial ekonomi, politik, kelembagaan dan organisasi ­.

Dengan demikian, produktivitas pertanian merupakan fungsi interaksi antara variabel fisik dan budaya dan terwujud melalui produktivitas per hektar dan produksi total. Produktivitas pertanian ­juga tergantung pada sikap petani terhadap pekerjaan dan aspirasi mereka untuk taraf hidup yang lebih baik.

Pengukuran produktivitas pertanian membantu dalam mengetahui daerah-daerah yang kinerjanya agak kurang efisien dibandingkan dengan daerah-daerah sekitarnya. Dengan membatasi wilayah produktivitas rendah, sedang dan tinggi, rencana pertanian dapat dirumuskan untuk menghapus dan meminimalkan kesenjangan regional. Hal ini juga memberikan ­peluang untuk memastikan realitas lapangan, penyebab sebenarnya dari keterbelakangan pertanian suatu bidang/daerah atau wilayah.

Dalam dekade terakhir ahli geografi dan ekonom telah ­mengembangkan alat dan teknik canggih untuk menentukan produktivitas pertanian.

Beberapa teknik terkenal yang dikembangkan dan digunakan untuk pengukuran produktivitas pertanian dan ­efisiensi pertanian per satuan luas/per satuan waktu diberikan di bawah ini:

  1. Keluaran per satuan luas.
  2. Produksi per satuan tenaga kerja tani.
  3. Untuk menilai produksi pertanian sebagai biji-bijian yang setara (Buck, 1967).
  4. Rasio input-output (Khusro, 1964).
  5. Metode koefisien ranking (Kendall, 1939; Stamp, 1960; Shafi, 1990).
  6. Daya dukung tanah terhadap jumlah penduduk (Stamp, 1958).
  7. Memberi bobot pada urutan peringkat output per satuan luas dengan persentase bagian di bawah masing-masing tanaman (Sapre dan Deshpande, 1964; Bhatia, 1967).
  8. Menentukan indeks produktivitas (Enyedi, 1964; Syafi’i, 1972).
  9. Menghitung koefisien peringkat hasil panen dan indeks konsentrasi (Jasbir Singh, 1976).
  10. Melibatkan luas, produksi dan harga dari setiap tanaman yang dibudidayakan di masing-masing unit areal konstituen dari wilayah tersebut, dan kemudian menghubungkan hasilnya dalam satuan uang dengan produktivitas yang sesuai dari wilayah tersebut (Husain, 1976) .
  11. Untuk menilai produksi pertanian dalam bentuk uang.
  12. Menilai pendapatan bersih dalam rupiah per hektar area panen (Jasbir Singh, 1985).

Setiap teknik yang dianjurkan dan diterapkan untuk pengukuran ­produktivitas pertanian memiliki satu atau lain kelemahan. Penerapan suatu teknik dapat memberikan hasil yang memuaskan di tingkat mikro atau meso tetapi teknik yang sama gagal mengirimkan barang di tingkat nasional atau global.

Teknik rasio input dan output ­tampaknya cukup baik tetapi penentuan input termasuk biaya lingkungan dan sosial yang terlibat dalam produksi bukanlah tugas yang mudah.

Konversi produksi semua tanaman dalam bentuk uang juga merupakan teknik yang berguna, tetapi terkendala oleh harga komoditas pertanian yang berlaku yang berfluktuasi dari satu unit areal ke unit areal lainnya dan dari satu daerah ke daerah lain.

Related Posts