Sistem Politik Kesultanan Mataram



Dalam bidang politik pemerintahan, Sultan Agung berhasil  memperluas   wilayah Mataram  ke  berbagai  daerah yaitu, Surabaya (1615), Lasem, Pasuruhan  (1617), dan Tuban (1620).

Di samping berusaha menguasai  dan mempersatukan berbagai  daerah  di Jawa, Sultan Agung  juga ingin mengusir VOC dari Kepulauan  Indonesia. Kemudian diadakan  dua kali serangan tentara Mataram  ke Batavia pada  tahun  1628  dan 1629. Mataram  mengembangkan birokrasi dan struktur pemerintahan yang teratur.  Seluruh wilayah kekuasaan Mataram  diatur dan dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut.

Kutagara

Kutagara atau kutanegara, yaitu daerah  keraton  dan sekitarnya.

Negara agung

Negara  agung   atau  negari  agung,   yaitu  daerah-daerah yang ada di sekitar kutagara. Misalnya, daerah  Kedu, Magelang,  Pajang, dan Sukawati.

Mancanegara

Mancanegara yaitu daerah  di luar negara  agung.  Daerah ini meliputi mancanegara wetan  (timur), misalnya daerah Ponorogo  dan sekitarnya, serta mancanegara won (barat), misalnya daerah  Banyumas dan sekitarnya.

Pesisiran

Pesisiran yaitu daerah  yang ada  di pesisir. Daerah ini juga terdapat daerah  pesisir kulon  (barat),  yakni Demak terus ke barat,  dan  pesisir wetan  (timur), yakni Jepara  terus  ke timur.

Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam dan India. Selain itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik. Contohnya; pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa Syailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama Pramodyawardhani(Wangsa Syailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya).

Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Syailendra) semakin erat.

Kehidupan Pemerintahan

Kerajaan mataram merupakan kerajaan yang system pemerintahanya adalah kerajaan. System ini digunakan sejak berdirinya mataram kuno di abatd ke-8 hinaga runtuhnya di abad ke-11, Sistem ini dikenal dengan dinasti; dinasti Sanjaya, Pemerintahan dipegang oleh raja,Di mataram kuno terdapat beberpa bagian raja yaitu; Datu dan Sri Maharaja

Mataram kuno sejak abad ke-9 sudah menggunakan mata uang berupa emas dan perak untuk melakukan kegiatan perdangan. Dimana uang pada masa itu disebut tahil jawa. Dari sistem pemerintahan tersebut terdapat beberapa raja yang telah memerintah dibawah ini terdapat raja yang bergelar ratu dan Sri Maharaja yang memerintah mataram kuno  Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang memerintah dari 723 M, Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra 770 M, Rakai Panunggalan alias Dharanindra, Rakai Warak alias Samaragrawira, Rakai Garung alias Samaratungga

Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya 840 M, Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala berkuasa mulai dari 856 M – 880 M, Rakai Watuhumalang, Rakai Watukura Dyah Balitung, Mpu Daksa, Rakai Layang Dyah Tulodong, Rakai Sumba Dyah Waw

Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha

Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu).

Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut.

Proses Kehancuran

Kemunduran kerajaan Mataram Kuno disebabkan karena kedudukan ibukota kerajaan yang semakin lama semakin lemah dan tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh:

  1. Tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar
  2. Sering dilanda bencana alam oleh letusan Gunung Merapi
  3. Mendapat ancaman serangan dari kerajaan Sriwijaya

Oleh karena itu pada tahun 929 M ibukota Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur (di bagian hilir Sungai Brantas) oleh Empu Sindok. Pemindahan ibukota ke Jawa Timur ini dianggap sebagai cara yang paling baik. Selain Jawa Timur masih wilayah kekuasaan Mataram Kuno, wilayah ini dianggap lebih strategis. Hal ini mengacu pada letak sungai Brantas yang terkenal subur dan mempunyai akses pelayaran sungai menuju Laut Jawa. Kerajaan itu kemudian dikenal dengan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur atau Kerajaan Medang Kawulan.

Peninggalan

Komplek Candi Dieng di Wonosobo, JawaTengah, merupakan peninggalan candi Hindu pada masa Kerajaan Mataram Kuno.

Sumber: Sejarah SMA/MA Kelas X Kemdikbud 2014

Related Posts