Perlawanan kerajaan Islam terhadap VOC



Batavia senantiasa memiliki posisi yang strategis bagi VOC. Semua kebijakan dan tindakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia. Di samping itu Batavia juga terletak pada persimpangan atau menjadi penghubung    jalur  perdagangan    internasional.

Batavia  menghubungkan perdagangan di Nusantara bagian barat dengan Malaka, India, kemudian juga menghubungkan dengan Nusantara bagian timur. Apalagi Nusantara bagian  timur  ini  menjadi  daerah  penghasil  rempah-rempah  yang  utama, maka  posisi  Batavia yang  berada  di  tengah-tengah    itu  menjadi  semakin strategis dalam perdagangan rempah-rempah.

VOC semakin serakah dan bernafsu untuk menguasai Nusantara yang kaya rempah-rempah ini. Tindakan intervensi politik terhadap kerajaan-kerajaan di  Nusantara dan pemaksaan monopoli perdagangan terus dilakukan. Politik devide et impera dan berbagai tipu daya juga dilaksanakan demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan sebesar-besarnya. Sebagai contoh, Mataram yang merupakan kerajaan kuat di Jawa akhirnya juga dapat dikendalikan secara penuh oleh VOC.

Hal ini terjadi setelah dengan tipu muslihat VOC, Raja Pakubuwana II yang  sedang  dalam  keadaan  sakit  keras  dipaksa  untuk  menandatangani naskah penyerahan kekuasaan Kerajaan Mataram kepada VOC pada tahun 1749 Tidak hanya kerajaan-kerajaan di Jawa, kerajaan-kerajaan di luar Jawa berusaha   ditaklukkan.

Untuk  memperkokoh  kedudukannya  di  Indonesia bagian   barat   dan  memperluas  pengaruhnya  di  Sumatera,   VOC berhasil menguasai Malaka setelah mengalahkan saingannya, Portugis pada tahun 1641 Berikutnya VOC berusaha meluaskan pengaruhnya ke Aceh.

Kerajaan Makassar di bawah Sultan Hasanuddin yang tersohor di Indonesia bagian timur  juga  berhasil  dikalahkan  setelah   terjadi  Perjanjian  Bongaya  tahun 1667 Dari Makasar VOC juga berhasil memaksakan kontrak dan monopoli perdagangan   dengan  Raja  Sulaiman  dari  Kalimantan  Selatan.

Sementara jauh sebelum itu yakni tahun 1605 VOC sudah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. VOC menjadi berjaya setelah berhasil melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Untuk mengendalikan pelaksanaan monopoli di kawasan ini dilaksanakan Pelayaran HongiPengaruh dan kekuasaan VOC semakin meluas.

Untuk memperkuat kebijakan monopoli  ini  di  setiap   daerah   yang  dipandang   strategis   armada   VOC diperkuat. Benteng-benteng pertahanan dibangun. Sebagai contoh Benteng Doorstede dibangun di Saparua, Benteng Nasau di Banda, di Ambon sudah ada Benteng Victoria, Benteng Oranye di Ternate, dan Benteng Rotterdam di Makasar.

Dalam  rangka     memperluas  pengaruh   dan  kekuasaannya  itu,   ternyata perhatian VOC juga sampai ke Irian/Papua yang dikenal sebagai wilayah yang masih tertutup dengan hutan belantara yang begitu luas. Penduduknya juga masih bersahaja dan primitif. Orang Belanda yang pertama kali sampai ke Irian adalah Willem Janz. Bersama armandanya rombongan Willem Janz menaiki Kapal Duyke dan berhasil memasuki tanah Irian pada tahun 1606. Willem Janz ingin mencari kebun tanaman rempah-rempah. Tahun 1616-1617 Le Maire dan William Schouten mengadakan survei di daerah pantai timur laut Irian dan menemukan Kepulauan Admiralty bahkan sampai ke New Ireland. Dengan penemuan ini maka nama William diabadikan sebagai nama kepulauan, Kepulauan Schouten. Pada waktu orang-orang Belanda sangat memerlukan bantuan budak, maka banyak diambil dari orang-orang Irian. Pengaruh VOC di Irian semakin kuat. Bahkan pada tahun 1667, Pulau-pulau yang termasuk wilayah Irian yang semula berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tidore sudah berpindah tangan menjadi daerah kekuasaan VOC. Dengan demikian daerah pengaruh dan kekuasaan VOC sudah meluas di seluruh Nusantara.

Perlawanan Mataram terhadap VOC (1628-1629)

Sultan Agung (1613-1645) adalah raja terbesar Mataram yang bercita-cita: (1) mempersatukan seluruh Jawa di bawah Mataram, dan (2) mengusir Kompeni (VOC) dari Pulau Jawa. Untuk merealisir cita-citanya, ia bermaksud membendung usaha-usaha Kompeni menjalankan penetrasi politik dan monopoli perdagangan

Pada tanggal 18 Agustus 1618, kantor dagang VOC di Jepara diserbu oleh Mataram. Serbuan ini merupakan reaksi pertama yang dilakukan oleh Mataram terhadap VOC. Pihak VOC kemudian melakukan balasan dengan menghantam pertahanan Mataram yang ada di Jepara. Sejak itu, sering terjadi perlawanan antara keduanya, bahkan Sultan Agung berketetapan untuk mengusir Kompeni dari Batavia.

Serangan besar-besaran terhadap Batavia, dilancarkan dua kali. Serangan pertama, pada bulan Agustus 1628 dan dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang I di bawah pimpinan Baurekso dan Dipati Ukur, sedangkan gelombang II di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Manduroredjo, dan Uposonto. Batavia dikepung dari darat dan laut selama tiga bulan, tetapi tidak menyerah. Bahkan sebaliknya, tentara Mataram akhirnya terpukul mundur.Perlawanan pertama mengalami kegagalan disebabkan :

  1. Kondisi pasukan Mataram yang kelelahan
  2. Terserang penyakit

Perlawanan rakyat Mataram kedua terhadap VOC di Batavia dilaksanakan tahun 1629. Sultan Agung menyerang Batavia untuk kedua kalinya yang dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya. Pasukan Mataram berusaha membendung sungai Citarum yang melewati kota Batavia. Pembendungan itu pun bermaksud agar VOC di Batavia kekurangan air dan mudah kelelahan. Strategi ini ternyata cukup efektif, terbukti bangsa Belanda kekurangan air dan terjangkit wabah penyakit malaria dan kolera yang sangat membahayakan jiwa manusia.

Perlawanan pasukan Mataram yang kedua terpaksa mengalami kegagalan lagi karena :

  1. Kalah persenjataan.
  2. Kekurangan persediaan makanan, karena lumbung-lumbung persediaan makanan yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon, dan Kerawang telah dimusnahkan oleh Kompeni.
  3. Jarak Mataram – Batavia terlalu jauh.
  4. Datanglah musim penghujan, sehingga taktik Sultan Agung untuk membendung sungai Ciliwung gagal.
  5. Terjangkitnya wabah penyakit yang menyerang prajurit Mataram

Perlawanan Banten terhadap VOC (1651-1682)

Pertentangan antara banten dengan VOC diawali Pada tahun 1619 J.P Coen berhasil merebut Jayakarta. VOC yang berpusat di Batavia ingin menguasai Selat Sunda, karena Selat Sunda merupaka daerah perdagangan Banten yang sangat penting, langkah Belanda ditentang terus oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Perlawanan Banten meningkat setelah Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta pada tahun 1651.

Untuk melemahkan kerajaan banten  VOC melakukan politik “devide et impera”. Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtoyoso mengangkat putra mahkota (dikenal dengan sebutan Sultan Haji karena pernah naik haji) sebagai pembantu yang mengurusi urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipercayakan kepada Pangeran Purboyo ( adik Sultan Haji). Atas hasutan VOC, Sultan Haji mencurigai ayahnya dan menyatakan bahwa ayahnya ingin mengangkat Pangeran Purboyo sebagai raja Banten. Pada tahun 1680, Sultan Haji berusaha merebut kekuasaan, sehingga terjadilah perang terbuka antara Sultan Haji yang dibantu VOC melawan Sultan Ageng Tirtoyoso (ayahnya) yang dibantu Pangeran Purboyo. Sultan Ageng Tirtoyoso dan Pangeran Purboyo terdesak ke luar kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtoyoso berhasil di tawan oleh VOC; sedangkan Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke daerah Priangan. Pada tahun 1682 Sultan Haji dipaksa oleh VOC untuk menandatangani suatu perjanjian yang isinya :

  1. VOC mendapat hak monopoli dagang di Banten dan daerah pengaruhnya.
  2. Banten dilarang berdagang di Maluku.
  3. Banten melepaskan haknya atas Cirebon.
  4. Sungai Cisadane menjadi batas wilayah Banten dengan VOC.

Perlawanan Makasar terhadap VOC (1666-1667)

Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil seperti Gowa, Tello, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan tersebut yang muncul menjadi kerajaan yang paling kuat ialah Gowa, yang lebih dikenal dengan nama Makasar yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin antara tahun 1654 – 1669.

Kerajaan Makasar menjadi pesaing berat bagi kompeni VOC pelayaran dan perdagangan di wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat untuk VOC sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan Hasanuddin.

Tuntutan VOC terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh karena itu, kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.

Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654. Kedua pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut Makasar memberikan perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666 – 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke Makasar.

Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.

Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya dilakukan dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan terhadap VOC.

Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya :

  1. Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka.
  2. Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC.
  3. Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak monopolinya.
  4. Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang yang kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam.
  5. Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit.

Perlawanan Rakyat Maluku (1817)

Perlawanan yang dilakukan oleh Thomas Matulesi (Pattimura) terjadi di Saparua, yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon. Adapun Sebab-sebab terjadinya perlawanan ini adalah :

  1. Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka yang menderita dibawah VOC
  2. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya kembali penyerahan wajib dan kerja wajib
  3. Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda

Akibat penderitaan yang panjang rakyat menetang Belanda dibawah pimpinan Thomas Matulesi atau Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817 rakyat Maluku mulai bergerak dengan membakar perahu-perahu milik Belanda di pelabuhan Porto. Selanjutnya rakyat menyerang penjara Duurstede. Residen Van den Berg tewas tertembak dan benteng berhasil dikuasai oleh rakyat Maluku.

Pada bulan Oktober 1817 pasukan Belanda dikerahkan secara besar-besaran, Belanda berhasil menangkap Pattimura dan kawan-kawan dan pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dijatuhi hukuman mati ditiang gantungan, dan berakhir perlawanan rakyat Maluku.

Sumber: Sejarah SMA/MA Kelas XI Kemdikbud 2014

Related Posts

This Post Has One Comment

Comments are closed.