Sebagai langkah awal perubahan Politik Kolonial Konservatif menjadi Politik Kolonial Liberal maka diterapkan peraturan-peraturan sebagai berikut.
- Undang-Undang Perbendaharaan (Comptabiliteits Wet) tahun 1864 yang mewajibkan anggaran belanja Hindia Belanda disahkan oleh parlemen dan melarang mengambil keuntungan dari tanah jajahan.
- Undang-Undang Gula (Suikers Wet) tahun 1870 yang mengatur perpindahan perusahaan ke tangan swasta.
- undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 yang menetapkan dasar-dasar politik tanah. Menurut undang-undang yang dicetuskan Mr. de Waal. seorang menteri jajahan dan perniagaan, pengusahan swasta diberi kesempatan menyewa tanah negara untuk 75 tahun atau tanah petani untuk 2 tahun atau 5 tahun.
Penyewaan tanah petani oleh perusahaan swasta harus melalui bentuk kontrak dan didaftarkan kepada pemerintah. Selain itu undang-undang ini menjamin hak-hak pribumi atas tanah mereka dari upaya penguasaan para pemodal asing dan membuka lapangan kerja bagi para penduduk yang tidak memiliki tanah, sebagai buruh perkebunan. Dengan demikian, Undang-undang Agraria 1870 merupakan tonggak pembatas antara Politik Kolonial Konservatif dengan Politik Kolonial Liberal.
Faktor-faktor pendukung yang memungkinkan politik ini dijalankan di Hindia Belanda, yaitu:
- Jawa menyediakan tenaga buruh yang murah,
- banyaknya modal yang tersedia karena keuntungan sistem tanam paksa yang berlebihan,
- adanya bank-bank yang menyediakan kredit bagi usaha-usaha pertanian, pertambangan dan transportasi. dan
- kekayaan alam Indonesia yang melimpah.
Seiring dengan dimulainya pelaksanaan Politik Kolonial Liberal, para pengusaha swasta Barat mulai berdatangan di Hindia Belanda untuk menanamkan modal dengan membuka perkebunan seperti perkebunan teh, kopi, tebu. kina, kelapa sawit, dan karet. Untuk mendukung perkembangan perkebunan yang dibuka para pengusaha Barat. pemerintah Belanda membangun sarana dan prasarana fisik berupa waduk, bendungan, saluran irigasi, jalan raya, jembatan, rel kereta api, dan pabrik. Untuk membangun semua itu, pemerintah Belanda menyerahkan tenaga kerja rakyat secara paksa melalui kerja paksa (rodi).
Baca Juga: Perbedaan Pengaruh Kolonial antara Pulau Jawa dan Pulau Lain
Dengan semakin lengkapnya sarana dan prasarana fisik (infrastruktur), semakin berkembang pula perkebunan-perkebunan milik pengusaha Barat Perkembangan perkebunan yang pesat juga terjadi di luar Jawa, misalnya perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara. Hal ini membutuhkan tambahan tenaga kerja. Untuk itu pemerintah mendatangkan tenaga kerja dari Jawa dan mengatur secara kontrak, dengan pengusaha pemilik perkebunan. Kontrak kerja itu berdasarkan periode waktu tertentu, misalnya satu tahun atau dua tahun sehingga munculah kuli kontrak, lengkap dengan aturan-aturannya. Bagi kuli kontrak yang pergi sebelum habis kontraknya, para pemilik perkebunan berhak menggunakan bantuan polisi untuk menangkap kuli-kuli itu. Setelah tertangkap mereka diberi sangsi berupa pukulan cambuk oleh majikan. Sangsi itu disebut Poenale Sanctie.
Politik Kolonial Liberal yang dilaksanakan pemerintah Hindia Belanda itu membawa akibat positif maupun negatif bagi bangsa Indonesia. Akibat-akibat yang ditimbulkan adalah sebagai berikut.
- Terjadi perubahan kehidupan masyarakat yang menyangkut meresapnya ekonomi uang, timbulnya kelas baru, dan tumbuhnya pemukiman baru di daerah sekitar perkebunan, sehingga kelak berkembang menjadi kota-kota baru.
- Timbul solidaritas antar etnis bumi putra (penduduk pribumi) sehingga mulai ada embrio nasionalisme.
- Meningkatkan peranan bahasa Melayu dan bahasa daerah lain di kalangan penguasa.
- Rakyat tetap menderita karena baik Politik Kolonial Konservatif maupun Politik Kolonial Liberal bertolak dari prinsip yang sama, yaitu mengelola tanah jajahan untuk kepentingan negeri induk.
- Kehidupan penduduk merosot yang disebabkan beberapa hal berikut.
- pertambahan penduduk meningkat, sedangkan lahan untuk tanaman pangan semakin sempit sejak berlakunya Undang-Undang Agraria,
- pekerjaan rodi sangat menyengsarakan rakyat, dan
- perusahaan swasta menunjukkan gejala yang lebih menekan dibandingkan pemerintah.
- Eksploitasi rakyat secara besar-besaran.