Pemberontakan di berbagai daerah dan upaya penumpasannya



Peristiwa DI/TIl di Jawa Barat

Menjelang terjadinya pengakuan kedaulatan RIS oleh dunia internasional, di Jawa Barat berdiri Negara Islam Indonesia yang di prokIamasikan oleh S.M Kartosuwiryo pada 7 Januari 1949.

Kelompok pendukung gerakan itu menamakan diri DI/Tll. Gerakan DI/Tll di Jawa Barat ini ternyata pengaruhnya meluas ke daerah lain sampai ke Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimatan Selatan, dan Aceh.

Usaha pemerintah Rl untuk menumpas gerakan separatis yang dilancarkan DI/Tll di Jawa Barat memakan waktu yang lama. Sebab, pada saat itu TNI harus menghadapi dua musuh sekaligus, yaitu Belanda yang tengah berusaha menghancurkan Rl dan pasukan gerilya DI/Tll Kartosuwiryo.

Berkat kerja sama TNI dan rakyat dalam operasi Bratayuda yang kemudian Iebih dikenal sebagai Operasi Pagar Betis. Kartosuwiryo beserta keluarga dan sejumlah pengawalnya dapat ditangkap pada 4 Juni 1962.

Peristiwa DI/Tll di Jawa Tengah

Gerakan DI/Tll di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah. la mendeklarasikan berdirinya DI/Tll di Desa Pangarasan, Tegal pada 23 Agustus 1949 dengan tujuan mendirikar NII yang bergabung dengan DI/Tll di Jawa Barat.

Pemerintah berupaya menumpas pengacau keamanan dengan membentuk komando operasi militer yang diberi nama Gerakan Banteng Negara (GBN) pada bulan Januari 1950. Kemudian Divisi Diponegoro kembali menggelar operasi militer dengan nama Banteng Raiders. Operasi ini ternyata dapat menghancurkan DI/Tll di perbatasan Pekalongan-Banyumas pada bulan Juni 1954.

Peristiwa Dl/TIl di Sulawesi Selatan

kahar muzakkar

Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. la berhasil menghimpun dan memimpin laskar-laskar gerilya di Sulawesi Selatan dengan nama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Pada 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada Pemerintah dan pimpinan APRIS yang isinya menuntut agar semua anggota KGSS dimasukan kedalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ini ditolak dengan alasan, bahwa yang diterima APRIS hanya mereka yang lulus seleksi. Pemerintah memberikan tempat bagi para gerilyawan dalam wadah yang dinamakan Korps Cadangan Nasional.

Pendekatan politik pemerintah rupanya membawa hasil. Kahar Muzakar menerima keputusan pemerintah. la kemudian diberi pangkat letnan kolonel. Akan tetapi, saat pelantikan akan dilakukan, Pada 17Agustus 1950, ia melarikan diri ke hutan dengan membawa peralatan yang telah disiapkan untuk pelantikan tersebut. la menyatakan Sulawesi Selatan merupakan bagian NIl dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Selama 13 tahun Kahar Muzakar melakukan berbagai aksi teror dan kekacauan di Sulawesi Selatan. Pasukan TNI dan Divisi Diponegoro terus-menerus melancarkan serangan, sehingga Iambat laun memperlemah kedudukan DI/Tll. Akhirnya, pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar tertembak mati.

Peristiwa Dl/Tll di Kalimantan Selatan

Ibnu Hadjar

Gerakan DI/TIl di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hadjar. la mendeklarasikan berdirinya DI/TIl di Kalimatan Selatan  pada 10 Oktober 1950 dan menyatakan gerakannya sebagai bagian dari DI/Tll Kartosuwiryo. la menamakan pasukannya Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT).

Pemerintah masih memberikan kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan gerakannya. Ibnu Hadjar menerima uluran tangan pemerintah RI dengan cara menyerahkan diri dan bergabung dengan APRIS. Kenyataannya, ia hanya mengelabui pemerintah sebab setelah menerima perlengkapan militer, ia dan beberapa kawannya melarikan diri ke hutan untuk melanjutkan aksi pembangkangannya.

Perbuatan lbnu Hadjar ini telah berulang kali dilakukannya. Oleh karena itu; pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas dengan menggempur Ibnu Hadjar dan pasukannya. Pada tahun 1959, gerakan DI/TIl di Kalimantan Selatan dapat ditumpas dan lbnu Hadjar ditangkap.

Peristiwa Di/Tll di Aceh

Tengku Daud Beureueh

Gerakan DI/Tll di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh. Pada 20 September 1953 Daud Beureuh mengeluarkan maklumat yang menyatakan Aceh merupakan bagian dari Nll pimpinan Kartosuwiryo. Pemerintah RI berusaha mengatasi gerakan DI/Tll di Aceh ini dengan mendatangkan pasukan dari Sumatra Utara dan Sumatra Tengah. Selain itu, TNI juga memberikan penerangan kepada rakyat atas kesalahpahamannya dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintahan. Akhirnya, pada 17 – 28 Desember 1962 diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas inisiatif Kolonel M. Yasin, Panglima Kodam (Pangdam) l Iskandar Muda, Aceh. Musyawarah ini didukung oleh tokoh-tokoh pemerintah daerah dan rakyat, sehingga pemberontakan dapat diakhiri dengan cara musyawarah. Tengku Daud Beureueh lantas menerima amnesti dan kembali ke tengah-tengah masyarakat Aceh.

Peristiwa APRA di Bandung

Raymond Westerling

Di Bandung, bekas anggota KNIL yang tidak mau bergabung dengan APRIS membentuk organisasi Angkatan Perang Ratu AdiI (APRA) yang dipimpin Raymond Westerling, bekas perwira Belanda. APRA menuntut kepada Pemerintah RI agar organisasinya diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Negara Pasundan. Tuntutan ini tidak digubris pemerintah RIS.

OIeh karena tuntutannya tidak dihiraukan, maka pada 23 Januari 1950 APRA melancarkan serangan terhadap Kota Bandung. Untuk menanggulangi gerombolan APRA, Pemerintah RIS segera mengirim Bala bantuan itu didatangkan dari kesatuan-kesatuan polisi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang ketika itu berada di Jakarta. Di kota tersebut, saat itu tengah dilangsungkan pertemuan antara Drs. Moh Hatta dengan Komisaris Tinggi Belanda. Hasilnya memutuskan agar Komandan Tentara Belanda di Bandung, Mayjen Engels diminta mendesak Westerling untuk segera pergi dari Bandung. Pasukan TNI dengan bantuan rakyat mengadakan pengejaran terhadap gerombolan APRA yang sedang melakukan gerakan mundur. Dalam suatu pertempuran di daerah Pacet, Cianjur, pasukan TNI berhasil menghancurkan sisa-sisa gerombolan APRA.

Setelah berhasil meloloskan diri dari Bandung, Westenling melanjutkan makarnya di Jakarta. La merencanakan untuk menangkap semua menteri RIS dan beberapa pejabat penting Iainnya. Akan tetapi, berkat kesigapan TNI, gerakan tersebut dapat digagalkan. Setelah melalui suatu penyelidikan yang cermat, diketahui bahwa dalang utama gerakan itu ialah Sultan Hamid Il (bekas ketua BFO). Pemenintah segera menangkap Sultan Hamid II. Sayang, pemerintah gagal menangkap Westerling karena ia telah melarikan diri ke negaranya.

Peristiwa Andi Azis di Makassar

Alek Kawilarang

Gangguan keamanan di Makassar dilakukan oleh Andi Azis beserta para pengikutnya (bekas pasukan KNIL). Mereka melakukan pemberontakan terhadap pemerintah pada 5 April 1950.

Pagi-pagi sekitar pukul 5.00 Andi Azis dengan pasukannya menyerang markas TNI di Makassar, sehingga pecah pertempuran antara pasukan Andi Azis dan pasukan TNI. Pasukan TNI jumlahnya sedikit, sehingga gerombolan Andi Azis dengan mudah menguasai Makassar.

Setelah menguasai Makassar, Andi Azis menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur (NIT) harus dipertahankan. Andi Azis menuntut agar pasukan APRIS bekas KNIL diberikan kekuasaan untuk bertanggung jawab atas keamanan di wilayah NIT. Tuntutan ini ditolak pemenintah RIS. Pada 8 April 1950 pemerintah mengeluarkan ultimatum yang mengintrusikan Andi Azis dating ke Jakarta dan mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam tempo 4 x 24 jam. Namun, ultimatum ini tidak diindahkan Andi Azis.

Setelah batas waktu ultimatum terlewati, pemerintah mengirim sejumlah pasukan untuk menumpas gerombolan Andi Azis. Pasukan yang didatangkan dari pusat ini dipimpin Kolonel Alex Kawilarang. Datangnya pasukan ini membuat semangat tempur prajurit TNI makin meningkat untuk menghancurkan gerombolan. Hasilnya, pada 15 April 1950 Andi Azis terpaksa menyerahkan diri.

Peristiwa RMS di Maluku

Dr. Soumokil

Republik Maluku Selatan (RMS) didirikan oleh Dr. Soumokil (bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Timur) pada 25 April 1950 di Ambon. Gerakan separatis RMS memiliki kesamaan motivasi dengan APRA dan Andi Azis, yaitu tidak menerima terjadinya proses kembali ke negara kesatuan dan tidak menyetujui penggabungan KNIL ke dalam APRIS.

Semula Pemerintah RIS berupaya menyelesaikan persoalan RMS dengan cara damai. Misi damai pemerintah ini diketuai Dr. J. Leimena. Akan tetapi, usaha ini tidak membawa hasil yang diharapkan sehingga pemerintah memutuskan untuk menumpas RMS dengan kekuatan senjata. Untuk keperluan itu, dibentuklah pasukan ekspedisi khusus di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai melakukan pendaratan di Laha, Pulau Buru pada 14 Juli 1950.

Pada saat berupaya menguasai Ambon, pasukan APRIS dibagi ke dalam tiga kelompok dengan pimpinan, yaitu Mayor Achmad Wiranatakusumah, Letkol Slamet Riyadi, dan Mayor Suryo Subandrio. Pasukan yang diberi tugas menguasai Ambon mulai mendarat di sana pada 28 September 1950. Mereka lantas bergabung melancarkan serangan terhadap gerombolan RMS. Aksi ini berhasil mendesak RMS untuk bertahan di Benteng Nieuw Victoria.

Sebagai pukulan terakhir, benteng Nieuw Victoria diserang dari segala penjuru. Pertempuran berlangsung secara dramatis. Mereka bertempur satu lawan satu. Dalam pertempuran jarak dekat di depan benteng, Letkol Slamet Riyadi tertembak. Kejadian ini menimbulkan amarah dari seluruh pasukan APRIS sehingga serangan pun diperhebat. Akhirnya, benteng itu dapat direbut. Sayangnya, Soumokil dan beberapa pengikutnya berhasil meloloskan diri ke hutan di Pulau Seram.

Pada 12 Desember 1963 Soumokil berhasil ditangkap dan dihadapkan ke Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta. Dalam sidang tersebut diputuskan Soumokil dijatuhi hukuman mati.

Related Posts

This Post Has One Comment

Comments are closed.